***
~~
~~
Alexander Phuwin van der Löwen dari Kerajaan Neuedelstein yang baru saja berumur dua puluh tahun, adalah seorang Pangeran sekaligus adik yang paling disayang oleh sang Putra Mahkota William Luke van der Löwen.
Pada hari kelahiran Pangeran Phuwin, Putra Mahkota William yang baru berumur lima tahun itu merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama setelah tangan kecil sang adik meraih jari jemarinnya.
Melihat Phuwin yang masih bayi dengan wajah kemerahan, rambut yang tebal dan tatapan mata yang sangat menggemaskan, membuat sang kakak berjanji akan selalu menyanyangi, melindungi dan akan selalu ada untuk sang adik kapan pun dan dimana pun.
~
. . . . . . . . . .
. . . . . . . . . .
„dek, kakak pulang“ Putra Mahkota William mengetuk pintu kamar Pangeran Alexander yang berukuran sangat tinggi dan besar itu.
Sang kakak, Luke, mengetuk pintunya lagi dengan memasang wajah kebingungan, kenapa dihari ulang tahun sang adik ini Istana Kerajaan terasa sunyi, bahkan tidak ada suara musik yang berirama seperti biasanya pada saat perayaan ulang tahun.
„dek ?“ panggilnya lagi
„kakak !!“ teriak Pangeran Alexander dari dalam kamarnya dengan semangat, berlari dan membukakan pintu bagi sang Kakak yang baru tiba di Kerajaan karena hampir dua minggu lamanya meninggalkan kerajaan karena tugasnya sebagai Putra Mahkota.
„aackk“ rintih sang Putra Mahkota akibat serangan pelukan yang erat dari sang adik
„sibuk banget ya? Phuwin kangen !!“
„kakak juga kangen. Untung ada Pond yang bantuin jadi gak sibuk-sibuk banget“
„Pond ? Maximilian Pond ?!“
„iya dek, kok tahu ??
„ya kan dia dari dulu udah sama-sama dengan kakak“
„iya sih, ya . . .seperti biasa, dia juga yang sering ingatin kakak, kalau kakak terlalu lama berkeliaran. Takutnya kamu sendirian dirumah“ Sang Putra Mahkota mencubit manja hidung sang adik
„btw, kok sunyi, dede gak rayain ulang tahun?“ tanya Putra Mahkota William kebingungan karena Pangeran Alexander hanya sendirian dikamar
„Phuwin bilang ke papa gak mau rayain ulang tahun karena kakak gak ada. Jadi papa juga pergi keluar karena tugas, katanya baliknya minggu depan. Phuwin kira kakak pulangnya lusa, gak tahu ternyata pulangnya sekarang, malam ini lagi !“–
„maaf yaa, dek. untung Pond bantuin jadi kerjanya bisa cepat selesai, makanya gak sempat ngasih tahu kalau malam ini udah pulang“
„well, ini belum jam dua belas kan?!“ kata Putra Mahkota William lagi sambil melihat ke arah jam tangannya
„taadaaaa . . . . SELAMAT ULANG TAHUN dek!!“ sambungnya, sambil menyerahkan kado kecili untuk sang adik dan mencium bagian kepala dari sang adik yang dari tadi belum melepaskan pelukannya itu
„kak, ini apaan ??“ tanya Pangeran Alexander dengan senyuman imutnya
„dibuka dek, biar tahu isinya apa“ balas sang Kakak sambil tersenyum
Putra Mahkota William selalu memanjakan sang adik dan akan menuruti apa saja yang diminta oleh sang adik, dia tahu kalau adiknya itu sedari dulu ingin sekali memiliki mobil sendiri.
„huh?? Kunci ??“ tanya Phuwin bingung
„iya, itu kunci mobil-nya kakak. Kan papa selama ini ngelarang kamu buat bawa mobil sendiri, tapi karena dede sudah dua puluh tahun jadi kakak ngasih kuncinya ke kamu. Tapi ini rahasia kita ya. Karena papa masih ngelarang kamu buat bawa mobil sendiri“ kata Putra Mahkota sambil menunjukkan jari kelingkingnya pada sang adik untuk melakukan pinky promise
„ini serius kak ?!! — iya sih, aku juga bingung, kenapa papa gak mau aku bawa mobil sendiri!“
„yah, makanya jangat imut-imut. Biar papa ijinin!“
„ihh, siapa yang imut!!“ Pangeran Alexander memajukan bibirnya dengan menggemaskan yang dibalas dengan cubitan lembut oleh Putra Mahkota pada kedua pipinya.
„jadi bagaimana kalau kita keluar pakai mobil sebentar, kakak ajarin cara mengendarai mobil. Mau gak?“ ajak Sang Kakak
„ihh, bahaya kak. Phuwin takut udah malam“
„gakpapa, nanti kakak duduk disamping buat ngajarin dede. Soalnya besok pagi kakak udah ada tugas lagi keluar kerajaan“
„eh, masih ada kerjaan besok ?“
„iya, makanya malam ini kita keluar“–„gimana, mau gak?“ tambahnya lagi
„tapi gelap banget, kak“
„ada kakak kok, gak usah takut“
„ok deh kalau gitu“ Phuwin merangkul lengan sang kakak dengan semangat
„ya udah, tapi kita pertama-tama harus sembuyi dulu dari penjaga, kalau tidak nanti mereka laporin ke papa“
„baik bos!“ kata Pangeran Alexander sambil menunduk seperti menggoda kakaknya yang selalu diberi hormat oleh penjaga dan pelayan Kerajaan
„dede ngejek kakak nih ceritanya ?!“ balas Putra Mahkota sambil mencubit kedua pipi sang adik yang gembul akibat jurus senyuman imutnya itu
~
~
Mereka berdua jalan berendap-endap seperti di film-film spy pada biasanya, tak lupa Putra Mahkota William untuk selalu menggenggam tangan adiknya itu dalam misi melarikan diri dari pelayan dan penjaga Istana.
Walaupun Pangeran Alexander sudah berumur dua puluh tahun namun dimata Putra Mahkota Wiliam, Pangeran Alexander tetaplah adiknya yang masih imut dan menggemaskan seperti pertama kali dia melihat Pangeran Alexander saat masih bayi.
~~
„Maximilian“ panggil sang Putra Mahkota, Pangeran Alexander yang berdiri tepat disamping kakaknya itu hanya melambaikan tangan menyapa sang Ajudan dengan ramah sambil tersenyum.
„ya, Yang Mulia Putra Mahkota William“— „oh, selamat ulang tahun, Yang Mulia Pangeran Alexander“
„terima kasih“ balas Pangeran Alexander
„buka pintu garasi“ kata Putra Mahkota William
„Yang Mulia, ini sudah larut malam, sebaiknya saya yang mengendarai mobilnya jika Yang Mulia hendak keluar Istana Kerajaan“
„tidak perlu Maximilian. Malam ini special. Saya akan berjalan-jalan sebentar dengan Pangeran Alexander“
„baik Yang Mulia, lewat sini“ Maximilian menunjukkan arah dan mendampingi kedua anggota kerajaan itu hingga sampai ke garasi mobil yang didalamnya sudah terisi dengan berbagai macan model, merek dan jenis mobil mobil mewah.
~
„jangan beritahu yang lain kalau saya dan Pangeran Alexander sedang keluar“ Kata Putra Mahkota kepada Maximilian
„bagaimana dengan keberangkatan kita besok pagi, Yang Mulia ?“
„saya dan Pangeran Alexander hanya keluar sebentar, tidak akan berlama-lama“
„baik Yang Mulia“ kata Maximilian menutup perbincangan sambil menundukkan kepalanya sebagai tanda penghormatan sebelum melangkah mundur sedikit dari Putra Mahkota
„ayo dek“ Putra Mahkota William mengajak adiknya berjalan kearah mobil dan meninggalkan Ajudannya.
~~
~~
„kak, aku takut ! gak papa kalau aku yang bawa mobilnya ? ini mobil yang cepat banget itu kan“ kata Pangeran Alexander sesaat setelah Putra Mahkota William membukakan pintu bagian driver dan mempersilahkannya masuk
„gakpapa dek, ayo masuk. Hati-hati kepalanya“ Putra Mahkota meletakkan tangannya diatas kepala Pangeran untuk melindunginya saat masuk ke dalam mobil yang lebih rendah dari mereka itu.
~~
„kak . . “ kata Pangeran Alexander sambil mengendarai mobilnyaa dengan kaku
„hmm ?! – „gakpapa dek, kita putar ke arah tebing Edelsee, kalau malam bagus, apalagi sekarang bulan terang“ balas Putra Mahkota William sambil mencubit pipi sang adik
„lajuin aja dek“ tambahnya
„tapi lumayan gelap, kak“
„gakpapa, percaya deh sama kakak. kan kita udah sering ke sana, dede masih ingat jalannya kan?!“
„iya sih, ya udah aku lajuin“
~
Pangeran Alexander melajukan mobilnya walaupun tidak begitu percaya diri akan keahlihan mengendarai mobilnya. Malam itu langit terlihat cerah namun dalam perjalanan menuju tebing Edelsee untuk melihat bulan purnama tiba tiba langit terlihat mendung, terdengar rintik hujan yang mulai membasahi kaca mobil.
„kak, gimana ini. Hujannya makin deras“
„iya sih, Cuma nanggung. Kan sedikit lagi sampai“
Pangeran Alexander yang selalu percaya dengan kata-kata yang diucapkan sang kakak, membuatnya berani untuk lebih mempercepat laju kendaraan saat tanjakan memasuki tebing Edelsee mulai terlihat.
„AWAS DEK !!“
Putra Mahkota Wiliam dan Pangeran Alexander terkejut saat melihat seekor rusa yang melompat tepat didepan mereka.
Tidak ada cara lain, selain membanting stir mobil mereka.
Jalanan yang dibasahi hujan dan diatasnya terdapat banyak batu kerikil membuat mobil mereka pun hilang kendali. Alhasil mobil mereka pun terbalik dan terseret hingga jatuh dari tebing Edelsee
~
~
„dek . . . . . . .“
„kakak . . . .“
Kata terakhir yang diucapkan oleh Putra Mahkota ini yang menjadi mimpi buruk bagi sang Pangeran, mengingat wajah sang kakak yang dipenuhi dengan darah yang mengalir beserta air laut yang mulai memasuki mobil mereka, sebelum sang Pangeran kehilangan kesadarannya.
~~
. . . . . . . . . .
. . . . . . . . . .
~~
„kakak . . . . hiks hiks . . . “ terdengar suara isak tangis sang Pangeran dari dalam pelukan Maximilian.
Ternyata walaupun Maximilian mencoba untuk tidur, dia tetap tidak bisa mendapatkan kelelapannya.
„Yang Mulia . . . .“ — „badan Yang Mulia sangat panas“
„takut . . .“
„Yang Mulia, sebaiknya saya memberikan Yang Mulia sponge-bath sebelum demamnya semakin parah“
„gak . . usah . .“ balas Sang Pangeran lemah
Namun penolakan dari Pangeran Alexander ini tidak digubris oleh Maximilian.
Dia mulai melepaskan pelukannya dan berjalan kearah kamar mandi, mengisi ember kecil dengan air dingin serta membasahi handuk kecil.
~
„Yang Mulia, ijinkan saya membuka pakaian Yang Mulia“
„gak usah, besok aja“ balas Pangeran Alexander lemah
„harus sekarang, Yang Mulia, kalau tidak demamnya bisa semakin parah, suhu tubuh Yang Mulia, 39°C“
~
Kancing baju Pangeran Alexander satu per satu mulai dibuka oleh Maximilian, hingga seluruh bagian torso sang Pangeran terpampang jelas didepan sang Ajudan.
Maximilian pun melanjutkan dengan melucuti celana yang dikenakan sang Pangeran.
„gak . . . usah . . “ tubuh yang panas beserta keringat dingin melemahkan sang Pangeran untuk menghentikan apa yang dilakukan oleh ajudannya itu
„maaf, Yang Mulia“ kata Maximilian sebelum ia menarik seluruh celana yang menutupi area bawah sang Pangeran itu terlepas dari kakinya.
Tak bisa dipungkiri bahwa Pangeran Alexander yang terbaring tampa sehelai kain dengan mata yang ditutup itu membuat Maximilian cukup kaget, Lekukan tubuh Sang Pangeran, Puting yang terlihat berwarnah pink dan perut yang menampilkan sixpack, kakinya yang jenjang beserta sanh ‘junior’ yang terlihat jelas itu untuk sepersekian detik lupa bahwa dia harus merawat Sang Pangeran.
~
„hm . . ah . .“ desahan sang Pangeran saat Maximilian mengeluskan kain lembab dingin pada lehernya
„akan terasa dingin, Yang Mulia“ kata Maximilian sebelum melanjutkan tugasnya lagi
Dari leher hingga turun ke bagian dada dan perut, membuat Pangeran Alexander merasa geli walaupun dia sedang sakit demam. Respon jasmani secara otomanis dialami oleh tubuhnya.
Maximilian mengangkat kedua paha dari sang Pangeran yang sontak mrmbuat Pangeran Alexander terkejut.
„kamu ngapain ??“ tanya Pangeran Alexander
„sponge-bath, Yang Mulia“
„harus disitu juga ??“
„percaya saya, Yang Mulia“
Maximilian membasuh dari kaki hingga naik ke paha Yang Mulia, perlahan-lahan dia juga memperhatikan bagaimana respon tubuh sang pangeran terhadap elusan dari kain dingin itu.
Melihat tubuh sang Pangeran yang menggeliat, membuat Maximilian tersenyum dan bersemangat. Dia memindahkan tangan Pangeran Alexander yang sedari tadi menutupi ‚junior’nya itu.
„hhm . . . disitu gak usah“
„permisi, Yang Mulia“ lagi-lagi Maximilian tidak memperdulikan kata-kata sang pangeran
Perlahan-perlahan usapannya itu tidak hanya dipaha saja, tapi sudah mendekati pangkal paha milik sang Pangeran
~
„hh ugh“ desahan keluar dari mulut Sang Pangeran saat dia merasakan sentuhan dingin dari kain lembab itu yang menyentuh juniornya
Maximilian yang mendengar desahan itu tanpa sadar mulai menggigit bibir bawahnya
„oh god“ katanya dalam hati
Desahan yang keluar dari mulut Pangeran membuat Maximilian kehilangan nalarnya, dengan alasan sponge-bath, dia sengaja mengelus junior sang Pangeran dengan handuk lembab itu. Satu sentuhan saja membuat tubuh Pangeran menggeliat takaruan.
~~
„kenapa Yang Mulia??“ tanya Maximilian, namun sebenarnya dia tahu apa yang terjadi pada Pangeran. melihat dari tubuh yang menggeliat dan Pangeran yang mulai menggigit tangannya membuat Maximilian semangat untuk ‚menjahili‘ sang Pangeran lebih liar lagi.
Digosoknya ‚kantong‘ dan ‚batang‘ milik junior Sang Pangeran, membuat Pangeran Alexander tidak bisa mengontrol napasnya
„hm . . ah . . . uuhm . .“ desahan demi desahan berusaha ditutupi dengan gigitan pada tangannya namun tetap saja tubuh yang mengeliat itu tidak bisa menahan kelakuan ‚jahil‘ dari sang Ajudan.
Tubuh yang semakin bergetar membuat kaki Pangeran tanpa sadar menangkap dan menjepit Maximilian yang sedari tadi berada ditengah-tengah celah kakinya
Maximilian semakin bersemangat untuk menggosok junior milik Pangeran Alexander.
Dia merangkak kearah wajah Yang Mulia dengan maksud untuk mendengar lebih jelas desahan Sang Pangeran yang imut.
„Yang Mulia“ bisiknya tepat disebelah telinga Pangeran sambil tangan kirinya masih terus memainkan ‚junior‘ Sang Pangeran
„ah . . . . umm . . . . stop . .“
„eehmmm aah . . . .“
Sang Pangeran ternyata telah mencapai klimaksnya berkat ‘permainan’ tangan dari Maximilian, handuk lembab yang awalnya digunakan untuk sponge-bath, kini telah ternodai oleh cairan putih pudar dari Yang Pangeran
„Yang Mulia . . .“
Tak ada respon yang keluar dari mulut sang Pangeran membuat Maximilian kuatir, namun saat dilihatnya lagi wajah sang Pangeran ternyata sang Pangeran hanya kelelahan akibat ‚kejahilan’nya itu.
„kenapa Yang Mulia bisa sangat menggemaskan seperti ini“ katanya dalam hati sambil kembali melihat seluruh tubuh Pangeran Alexander yang sedang terbaring di depannya itu.
„please dont do this, Yang Mulia“ tambahnya sambil merapihkab anak rambut dari sang Pangeran yang melekat pada dahi akibat keringat yang dikeluarkannya.
Maximilian pun membersihkan badan Pangeran dan memakaikannya pakaian bersih
Setelah mengembalikan ember kecil dan handuk, Maximilian kembali masuk kedalam selimut untuk kembali memeluk Sang Pangeran
„maafkan atas kejahilan saya tadi, Yang Mulia.“ Kata Maximilian sebelum mempererat pelukannya pada Pangeran Alexander yang sudah terlelap dalam tidurnya itu.
.
.
„i’ll make you mine“
.
.
~~
next chapter : Never Be The Same III
Luke sebagai Wiliam Luke van der Löwen Putra Mahkota pewaris tahta kerajaan Neuedelstein dan merupakan kakak dari Pangeran Alexander. sejak berumur 15 tahun, ia sudah mengenal Maximilian karena saat itu Maximilian yang yang punya keahlian dalam semua bidang ditunjuk sebagai Ajudan Pribadi untuk sang Putra Mahkota. Ditambah lagi dengan umur Maximilian yang sama dengan Putra Mahkota mennjadikan Maximiliantak hanya sebagai ajudan namun sahabat dekat Sang Putra Mahkota